SOSIAL BUDAYA

SOSIAL BUDAYA

SOSIAL BUDAYA
Selasa, 29 November 2016
BAB  I
KOMUNIKASI  SOSIAL BUDAYA

A.    Komunikasi  sosial  budaya
Sebelum memahami pengertian komunikasi antarbudaya, terlebih dahulu ada beberapa jenis atau model komunikasi yang menjadi bagian dari komunikasi antarbudaya.    
Pertama, komunikasi internasional (International Communications), yaitu proses komunikasi antara bangsa dan negara. Komunikasi ini tercermin dalam diplomasi dan propaganda, dan seringkali berhubungan dengan situasi intercultural (antarbudaya) dan interracial (antarras). Komunikasi internasional lebih menekankan kepada kebijakan dan kepentingan suatu negara dengan negara lain yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan, dan lain-lain. Menurut Maletzke, komunikasi antarbudaya lebih banyak menyoroti realitas sosiologis dan antropologis, sementara komunikasi antarbangsa lebih banyak mengkaji realitas politik. Namun demikian, komunikasi internasional (antarbangsa) pun masih merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya.
Sastropoetro (1991:12) menjelaskan komunikasi internasional ini secara panjang lebar, demikian:
Komuniksi internasional, mempelajari pernyataan antarnegara/pemerintah/bangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang yang berarti. Rumusan itu memberikan arti, bahwa pendekatan terhadap subdisiplin komunikasi internasional, adalah melalui proses komunikasi dengan melihat pada syarat-syarat dan unsur-unsur serta hukum-hukum yang berlaku dibidang ilmu komunikasi. Gerhard Maletzke dalam bukunya “Intercultural and International Communication” menyatakan tentang International Communication sebagai: “The Communication process”, artinya “Komunikasi antarberbagai negara atau bangsa melintasi batas-batas negara”. 
Menurut K.S. Sitaram, bahwa komunikasi internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur politik alih-alih antara budaya-budaya individual, artinya komunikasi internasional dilakukan antara bangsa-bangsa, sering lewat para pemimpin negara atau wakil-wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal, dan sebagainya. Para wakil negara tersebut mewakili kepentingan negaranya dalam upaya meyakinkan negara lain atas berbagai kebijakan.
Secara lebih spesifik (Liliweri,2001:22) studi-studi komunikasi internasional disandarkan atas pendekatan-pendekatan maupun metodologi sebagai berikut:
  1. Pendekatan peta bumi (geographical approach) yang membahas arus informasi maupun  liputan internasional pada bangsa atau Negara tertentu, wilayah tertentu, ataupun lingkup dunia, di samping antarwilayah.
  2. Pendekatan media (media approach), adalah pengkajian berita internasional melalui suatu medium atau multimedia.
  3. Pedekatan peristiwa (event approach) yang mengkaji suatu peristiwa lewat suatu medium.
  4. Pendekatan ideologis (idelogical approach), yang membandingkan sistem pers antarbangsa atau melihat penyebaran arus berita internasional dari sudut ideologis semata-mata.                                         
Kedua, komunikasi antarras (interracial communication), yaitu suatu komunikasi yang terjadi apabila sumber dan komunkan berbeda ras. Ciri penting dari komunikasi antarras ini adalah peserta komunikasi berbeda ras. Ras adalah  sekelompok orang yang ditandai dengan ciri-ciri biologis yang sama. Secara implisit komunikasi antarras ini termasuk ke dalam komunikasi antarbudaya. Hambatan utama dalam komunikasi antar-ras ini adalah sikap curiga kepada ras lain. Misalnya orang Jepang berkomunikasi dengan orang Amerika.
Ketiga, komunikasi antaretnis (interethnic communication), yaitu berkaitan dengan keadaan sumber komunikannya, sama ras/suku bangsa tetapi berbeda asal etnis dan latar belakangnya. Kelompok etnik adalah kelompok orang yang ditandai dengan bahasa dan asal-usul yang sama. Oleh karena itu komunikasi antaretnik merupakan komunikasi antarbudaya. Misalnya,  komunikasi antara orang-orang Kanada Inggris dengan Kanada Prancis. Mereka sama-sama warga negara Kanada, sama rasnya tetapi mempunyai latar belakang, perspektif, pandangan hidup, cita-cita, dan bahasa yang berbeda


.

BAB II
TEORI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

A.     Teori  Komunikasi Antar Budaya
Menurut DeVito (1997:480), bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya meliputi bentuk-bentuk komunikasi lain, yaitu:
  1. Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda. Misalnya, antara orang Katolik Roma dengan Episkop, atau antara orang Islam dan orang Jahudi.
  2. Komunikasi antara subkultur yang berbeda. Misalnya, antara dokter dn pengacara, atau antara tunanetra dan tunarungu.
  3. Komunikasi antara suatu subkultur dan kultur yang dominan. Misalnya, antara kaum homoseks dan kaum heteroseks, atau antara kaum manula dan kaum muda.
  4. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda, yaitu antara pria dan wanita.
Komunikasi Antarbudaya diartikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang  kebudayaan. Definisi lain mengatakan bahwa yang menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya (intercultural communication generally refers to face-to face interaction among people of divers culture). Sedangkan Collier dan Thomas, mendefinisikan komunikasi antarbudaya “as communication between persons ‘who identity themselves as distict from’ other in a cultural sense” (Purwasito, 2003:122).
Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya yang lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan  kepada masalah-masalah penyandian pesan, di mana dalam situasi komunikasi suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi:
1.   Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial.
2.   Samover dan Porter
Komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda.
3.   Chaley H. Dood
Komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta (Liliweri, 2003:10).
4.   Joseph DeVito (1997)
Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda – antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang berbeda
5.   Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss
Intercultural communication as communication between members of different cultures whether defined in terms of racial, ethic, or socioeconomic differences (komunikasi antarbudaya sebagai komunikasi antara dua anggota dari latar budaya yang berbeda, yakni berbeda rasial, etnik atau sosial-ekonomis).


Komunikasi antarbudaya merupakan istilah yang mencakup arti umum dan menunjukkan pada komunikasi antara orang-orang yang mempunyai latar belakang  kebudayaan yang berbeda.  Dalam perkembangannya, komunikasi antarbudaya acapkali “disamakan” dengan komunikasi lintas budaya (cross cultural communication). Komunikasi lintasbudaya lebih memfokuskan pembahasannya kepada membandingkan fenomena komunikasi dalam budaya-budaya berbeda. Misalnya, bagaimana gaya komunikasi pria atau gaya komunikasi wanita dalam budaya Amerika dan budaya Indonesia.

B.     Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya adalah salah satu konteks terbaru dalam komunikasi. Munculnya komunikasi antarbudaya ini disebabkan oleh perkembangan lingkungan internasional. Banyak perusahaan Amerika menjalin bisnis dalam pasar dunia. Banyak di antaranya yang menjadi perusahaan multinasional (memiliki pusat laba di negara lain). Faktor sosial lain yang menyebabkan tumbuhnya komunikasi antarbudaya adalah usaha pengembangan Amerika dalam merayakan perbedaan budaya di dalam negara tersebut, beberapa festival digelar di Chicago dan Boston dan dihadiri oleh orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda, mereka berusaha untuk menimbulkn kesadaran dan sensitivitas terhadap berbagai budaya.

Teori komunikasi antarbudaya dikembangkan oleh seorang antropolog, Edward Hall - yang mengemukakan teori dari kedekatan dan jarak sosial – adalah seorang antropolog budaya yang sangat berpengaruh di bidang komunikasi.  Dibuatnya pasukan perdamaian oleh John F. Kennedy pada awal 60an juga memimpin sebuah peningkatan minat dan kebutuhan untuk pengetahuan tentang bagaimana orang-orang dari berbagai budaya dapat berkomunikasi dengan efektif. Sejak awal pekerjaan Hall dan awal penelitian dari pasukan perdamaian, teori dari komunikasi antar budaya meluas menjadi teori bahasa, media massa, dan konflik antar budaya.





Gudykunst membagi studi komunikasi antar budaya menjadi sembilan area berbeda, beberapa di antaranya menjelaskan komunikasi antar budaya yang mengacu kepada komunikasi antar individu atau kelompok dari budaya yang berbeda atau subbudaya yang berbeda dari sistem budaya sosial  yang sama.  Penelitian komunikasi antarbudaya bisa saja menjelaskan bagaimana orang Amerika dan orang Jepang melakukan negosiasi bisnis. Komunikasi silang budaya membandingkan kebiasan komunikasi antarbudaya dari kombinasi orang yang berbeda, jadi taktik negosiasi orang Jepang dan Amerika akan dapat dibandingkan dan terlihat kontras dalam studi komunikasi silang budaya.

Komunikasi internasional mengacu pada studi dari komunikasi media massa di dalam budaya yang berbeda. Misalnya, penelitian komunikasi internasional bisa saja menjelaskan peran sosial dari televisi di India. Teori-teori perbandingan komunikasi massa membandingkan sistem media dari budaya yang berbeda, misalnya India dengan Inggris. Komunikasi dan hubungan internasional adalah sebuah area dari bidang  yang melibatkan studi dari komunikasi antarabangsa dengan pemimpin politik mereka. Hubungan antara komunikasi dengan perubahan pilitik sekarang tidak hanya dipelajai oleh ilmuan politik tetapi oleh sarjana komunikasi.
Perkembangan komunikasi merentangkan perbatasan antara komunikasi massa dan komunikasi interpersonal. Ini adalah komunikasi dikaitkan dengan perubahan sosial, seringkali dalam perubahan negara-negara. Dua jenis  perubahan, internal dan eksternal, mengarah pada perkembangan komunikasi (Fagen, 1966) dalam model eksternal, perubahan sosioekonomi merubah media, gaya hidup, dan kesempatan bagi anggota dari sebuah masyarakat. Kemudian, orang mulai melihat diri mereka dan tempat mereka di dunia ini secara berbeda. Akhirnya perbedaan pandangan ini menngarah pada sikap yang mempengaruhi sistem politik dari masyarakat. Model internal dimulai dengan pemilihan strategi politik yang merubah pola komunikasi. Selanjutnya pola komunikasi mengarah pada persepsi diri dan pandangan dunia, yang akhirnya mengarah pada perubahan dalam sistem politik, meskipun tidak memerlukan perubahan yang direncakan oleh pihak yang mengatur proses pergerakannya. Perkembangan komunikasi mengenali bahwa komunikasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perubahan sosial.




C.    Konsep Kunci dalam Komunikasi Antar Budaya
1.      Lambang Verbal
Komunikasi antarbudaya, sebuah studi dari komunikasi antara individu dan kelompok dengan budaya yang berbeda, melibatkan beberapa area penting dari eksplorasi. Sebagai anggota sebuah budaya tertentu, seseorang mempelajari pola tertentu dari memahami dunia melalui sistem lambang seperti bahasa dan perilaku nonverbal. Sementara seluruh anggota dari sebuah budaya dapat berbicara bahasa yang sama, anggota dari budaya yang tidak dominan dapat mengembangkan lambang mereka sendiri. Lambang-lambang ini mempersatukan mereka terhadap budaya dominan dan memperkuat identitas mereka sebagai anggota dari subbudaya tersebut. Saat budaya dominan mengadopsi lambang-lambang tersebut, mereka tidak lagi melayani maksud awal, jadi mereka mengubahnya. Sebagai contoh dari fenomena ini dapat dilihat dalam perubahan seorang remaja gaul saat mereka diadopsi oleh orang dewasa.
Hipotesis Whorfrian
Yang terpenting dari bahasa dalam mempengaruhi sebuah budaya adalah poin penting dari teori relativitas linguistik dari Edward Sapir (1958, 1964) dan muridnya Benjamin Lee Whoff (1956). Hipotesis Whorfian menunjukkan bahwa bahasa membentuk kebudayaan dan pola pikir individu. Sebagai contoh, di Inggris kita dapat mengatakan “brother” atau “sister” ketika berbicara dengan saudara kandung. Kita tidak perlu menspesifikasikan umur kecuali kalau kita ingin membedakan antara dua saudara perempuan atau untuk menekankan umur hubungan, seperti “older sister”. Akan tetapi, di Mandarin, Cina, tidak ada istilah umum untuk “brother,” “sister,” “uncle” atau “aunt.” Mungkin disebabkan oleh yang lebih penting dari hubungan keluarga tertentu dalam budaya cina.  Satu-satunya kata yang belaku untuk kerabat yang menentukan hubungan yang tepat seperti “big (kakak tertua) /older sister”, “small (lahir setelah kakak pertama tetapi masih lebih tua dari yang mengatakan) older sister,” “younger brother” dan “uncle on my mother’s side.”
Hipotesis Worfian mengindikasikan bahwa bahasa mempengaruhi cara komunikator melihat dunia. Karena orang Cina harus membuat perbedaan hubungan mental untuk berbicara bahasa Mandarin, mereka cenderung lebih peka terhadap perbedaan-perbedaan dalam hubungan keluarga tertentu daripada komunikator yang berbehasa Inggris.



Namun, karena orang Inggris memiliki banyak kata untuk warna daripada Cina, Cina jadi lebih cenderung melihat nuansa warna dari komunikator Inggris.sebagai contoh, pikirkan seluruh kata yang merupakan sinonim dari merah atau merupakan jenis-jenis dari merah: pink, pale pink, salmon pink, dan lain-lain. Mandarin hanya memiliki satu kata untuk merah, dengan tambahan sebutan untuk nuansa terang atau gelap.

2.      Lambang Nonverbal
Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk memulai interaksi nonverbal, memperjelas hubungan, percakapan langsung, ekspresi untuk menunjukan emosi, mengakhiri percakapan secara substansial dari budaya ke budaya. Contoh di bawah ini akan menjelaskan secara singkat beberapa area penting dari perbedaan komunikasi nonverbal yang bervariasi dengan budaya yang berbeda.
Ekman dan Friesen (1969) mengatakan lima tipe gerakan tubuh adalah emblem, ilustrator, mempengaruhi tampilan, adaptor, dan regulaor. Emblem adalah gerakan yang memiliki tujuan atau arti yang sama dengan kata, dan dengan mudah terjadi kesalahpahaman (Ekman & Friesen, 1969). Sebagai contoh, saat orang Amerika ingin memanggil teman mereka, mereka melambaikan tangan (membuka dan menutup telapak tangannya). Sebagai tambahan orang Amerika selalu menggenggam tangan mereka diantara bahu dan pinggang ketika teman-teman memanggil, sementara orang Cina memegang tangan mereka dengan lurus sehingga tangan mereka berada dibawah pinggang.
Ilustrator – isyarat yang menyertai kata-kata untuk penekanan – juga bervariasi dari busaya ke budaya. Jakobson (1972) mendiskusikan kesulitan tentara Rusia dan Bulgaria selama perang di Turkey pada 1877-78 dalam menyampaikan gerakan yang menandakan “iya”. Saat ilustrator digunakan sebagai emblem untuk menggantikan kata-kata, tentara Bulgaria tidak akan pernah yakin apakah saat tentara Rusia menggelengkan kepala berarti “iya” atau “tidak.”
Perubah penampilan – gerakan tubuh yang mengekspresikan emosi - mungkin lebih mirip antara budaya dari jenis-jenis gerakan (Condon & Yosef, 1975), tetapi bahkan perubahan penampilan bisa mengindikasikan arti yang berbeda. Tersenyum dapat mengindikasikan bahwa orang Cina sedang mencoba menutupi malu. Morsbach (1982) mencatat bahwa orang Jepang juga menggunakan senyum dan tertawa untuk menutupi kemarahan, kesedihan, atau kekecewaan.

Kategori lain dari perilaku nonverbal yang juga sering dikategorikan adalah kontak mata. Di Amerika, orang yang menghindari kontak mata bisa diperkirakan malu atau bahkan menghindar dan tidak dapat dipercaya. Orang Jepang, mengajarkan anak-anak mereka untuk melihat atasan tidak pada mata karena memandang orang Jepang langsung di mata kemungkinan menghasilkan efek membuat mereka sangat tegang, karena kebudayaan tabu telah dilanggar (Morsbach, 1982).
Elemen nonverbal dari bahasa termasuk nada, stres, dan kualitas suara yang menyediakan sumber tambahan dari perbedaan antar budaya. Sebuah bahasa adalah salah satu yang bergantung pada kombinasi nada, stres, dan pola suara untuk mengindikasikan antar suara. Sebagai contoh, di Mandarin Cina, mai dengan nada tinggi berarti “membeli” sedangkan mai dengan nada rendah berarti “menjual.” Bahasa nada seperti Mandarin, Taiwan, dan Kanton berbicara dengan variasi vokal dibandingkan dengan bukan bahasa nada seperti Inggris.

3.      Aturan dan Peranan
Disamping  lambang lisan dan tak lisan, kelompok anggota mempelajari  kelakuan  yang dianggap tugas dan peraturan  untuk menggunakan simbol-simbol tersebut. Tugas seorang isteri atau suami di Amerika pastilah sekarang sangat-sangat berbeda sekarang jika dibandingkan dengan tiga puluh tahun yang lalu ketika sebagian besar  wanita mengasuh anak di rumah dan sebagian besar pria menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga dalam sisi ekonomi. Budaya yang berbeda tentang bagaimana para anggota diharapkan dapat memnuhi perannya untuk mencapai  harapan yang diinginkan.Beberapa kebudayaan dan tugas memperbolehkan kelonggaran dari pada yang lainnya. Walaupun peran isteri telah berubah di Amerika Serikat, peran ibu harus tetap sama dengan tiga puluh tahun yang lalu, menciptakan fenomena "Superwoman" atau ”Supermom," wanita  berusaha untuk memenuhi kedua tersebut yaitu peran tradisional ibu dan peran perempuan baru dalam bisnis maupun eksekutif.  Ketik peran berganti atau tidak jelas, hal ini menimblukan atau menciptakan stres bagi orang yang mencoba mengadopsi peran ini.
            Di dalam situasi komunikasi antar budaya, pribadi dari kebudayaan lain mungkin akan berpikiran jelek karena mereka tidak tahu perilaku yang ada dan berbeda dengan perilaku mereka.



4.      Kebudayaan Konteks Rendah dan Tinggi
Peran dan peraturan untuk perilaku sosial sudah dapat dilihat di beberapa budaya dibandingkan dengan yang lain. Edward Hall (1966) membuat kontribusi yang sangat penting untuk komunikasi antar budaya ketika ia menghargai budaya konteks rendah dan tinggi sebagai dasar dari pola komunikasi mereka. Di dalam komunikasi konteks tinggi, kebanyakn informasi disampaikan melalui pesan yang dikodekan langsung fisik atau mental dari peran, peraturan, dan nilai. Di dalam komunikasi konteks rendah, kebanyakan informasi disampaikan melalui pesan secara eksplisit atau secara verbal. Kedua hal tersebut merupakan cara penyamapain pesan dari kebudayaan konteks rendah dan tinggi di semua budaya, Hall mempercayai salah satu dari itu untuk mendominasi. Contohnya, budaya Amerika adalah budaya konteks rendah: orang Amerika mengungkapkan konflik atau pendapat secra terbuka. Bangsa oriental misalnya Cina dan Jepang cenderung memiliki budaya konteks tinggi, di mana banyak interpretasi tergantung pada intuisi atau akal sehat, pemahaman tentang apa yang dimaksud, bukan pada kata-kata tertentu yang diucapkan (Ting Toomey, 1984). Di kebudayaan Cina dan Jepang, ketika ada yang tidak setuju dengan sebuah keputusan, maka akan diam. Tidak sopan juga mengutarakan ketidaksetujuan dengan terbuka. Dengan demikian di Cina diam merupakan ungkapan dari ketidaksetujuan terhadap sesuatu, di Amerika, diam berarti setuju. Penafsiran seperti ini pada dasarnya berbeda untuk perilaku yang sama (diam) menambahkan komplikasi ke proses negosiasi antarbudaya (Womack. 1983)

5.      Perbedaan-perbedaan Nilai
Perbedaan sumber nilai dari tingkat lesulitan dan ambiguitas dalam komunikasi antar budaya. Kluckhohn dan Strodtbeck (1961) mengidentifikasi lima masalah yang berbeda, di mana semua nilai-nilai masyarakat berkembang dan terpengaruh interaksi sehari-hari.
(1) Pertama adalah masalah pembagian antara yang baik dan buruk di dalam kehidupan. Apakah manusia lebih banyak bersikap baik, buruk, atau percampuran dari keduanya.
(2) Masalah kedua adalah hubungan manusia dengan alam. Apakah manusia hidup berdampingan dengan alam, bersinggungan dengan alam, atau hidup secara harmonis di anatara keduanya.
(3) Waktu adalah hal penting yang di dalam sikap nonverbal, sebagaian budaya menruh waktu di tempat yang cukup tinggi di dalam tradisi sementara yang lain mengasosiasikan perubahan dan masa depan dengan kemajuan . Bisakah yang lain hidup di masa sekarang, memberikan sedikit perhatian untuk yang sudah lalu dan untuk masa depan.
(4) Masalah yang keempat adalah menjadi,melakukan, dan cocok. Para penganut budaya yang bernilai  “menjadi”  percaya spontanitas dari individu adalah aktifitas yang paling penting. Mereka yang menganut  nilai “melakukan” menekankan aktifitas di luar individu. Komunitas Amerika  adalah contoh dari budaya  “melakukan”. Hal pertama yang akan Anda tanyakan kepada sesorang yang baru sekali Anda temui dalam cocktail party adalah “Apa kabarmu?” Itu adalah tipe dari nilai budaya “menjadi cocok”, tipe budaya ini menekankan kepada siapa atau perubahan atau pertumbuhan seseorang, bukan aktivitas yang dilakukan orang yang bersangkutan.   
(5) Pertanyaan terakhir terkait dengan hubungan antara individu kepada masyarakat. Nilai-nilai budaya individualistis mengandung nilai otonomi individu. Budaya yang menekankan pada silsilah keluarga dan nenek moyang atau kelompok yang ajeg dari waktu ke waktu, mereka mengatakan nilai keturunan atau silsilah. Nilai-nilai keturunan budaya juga menghargai lebih dari individu, tetapi budaya berfokus pada kelompok-kelompok , seperti ras atau etnis atau kelompok agama.

a.      Stereotipe
Karena orang dari kebudayaan khusus membagi kode etik nilai dan verbal dan nonverbal . mereka memiliki kecenderungan untuk menjadi etnosentris untuk menilai kelompok lain berdasarkan kategori dan nilai yang mereka anut daripada terbuka terhadap kebudayaan yang berbeda. Stereotipe adalah “ percaya pada kelompok  individual atau objek” ( Ruhy. 1976, p. 27 ) didasari oleh opini yang dikeluarkan daripada informasi tentang sesuatu yang lebih spesifik. Stereotipe mengizinkan kita untuk mengatur informasi yang tidak jelas lebih cepat: dengan menggunakan stereotipe kita dapat merespon kepercayaan/profesor tanpa menjadi familiar terhadap setiap kepercayaan/profesor  tersebut. Dengan menggunakan stereotipe kita dapat bertindak dengan dasar informasi yang sedikit: dalam hal ini kehendak orang tersebut.. Setelah kita mengetahui setiap profesor dan bagaimana peraturan yang dia buat untuk berinteraksi dengan muridnya dan untuk menyetujui tugas-tugas. Kita dapat membedakan tingkah laku kita. Bahaya dari stereotipe adalah kita tidak akan pernah mendekati mereka untuk mengetahui seseorang sebagai seorang induvidu. Dengan menyikapi anggota kelompok mengikui ide yang kita percaya adalah”tipe dari kelompok tersebut. Kita tidak akan pernah mengetahui bagaimana seseorang berbeda dengan anggota lainnya atau menyadari bahwa stereotipe kita tidak tepat.


b.      Prasangka.
Jika kita menyangka. Kita menyangka setiap orang dengan stereotipe sebelum mengetahui orang tersebut. Prasangka menghasilkan  penyingkapan selektif, persepsi, dan persepsi yang peka ( Ruhly, 1976 ). Penyingkapan secara selektif maksudnya adalah kita menyingkap diri kita sendiri kepada pesan yang kita percaya. Biasanya kita menghindari pesan yang kita sangka dan percaya bahwa “ tidak pantas untuk didengar” jika Anda mempunyai perasaan yang kuat kepada salah satu kandidat politikus Anda tidak akan mendengarkan politikus lain ( kecuali Anda akan berpidato untuk menjatuhkannya ), fenomena yang sama juga terjadi pada pemisah khusus antara komunikasi antar budaya. Karena kita biasanya mempunyai perbedaan kebudayaan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan lain atau subkebudayaan dari orang yang berasal dari kelompok sendiri. Kita biasanya akan menghindari memamerkan diri sendiri untuk pesan yang baru dan berbeda. Dengan memutuskan diri kita dari informasi yang baru kita memperkuat prasangka dan menghindari bahwa stereotipe merupakan hal yang salah.

c.       Perceptual Barriers.
Perspektif yang selektif juga mempengerahui komunikasi dengan orang lain dari kebudayaan yang berbeda. Karena kebudayaan sendiri memberikan kita kategori mental dan karena stereotipe kita dan prasangka dapat “mengeras”  kategori tersebut dan membuat mereka kebal kepada informasi yang baru, kita menerima informasi baru dalam keadaan cara pandang kita yang kuno dalam melihat dunia. Kita dapat mengabaikan aspek positif dari pertemuan perbedaan kebudayaan dan hanya memperhatikan hanya kepada informasi yang sesuai denga stereotipe/ prasangka kita. Kita biasanya suka menggunakan pertahanan dari perspektif yang selektif jika kita dijelaskan terhadap pesan yang berbeda dengan keinginan kita tidak ingin mendengarkannya.

d.      Kepekaan Persepsi
merupakan perspeksi yang menghasilan saat seseorang menjelaskan pesan yang disampaikan cukup sering dengan seting sebagai musuh. Pesan yang pertama terdengar mengesalkan akan membuat kita semakin marah saat diucapkan berkali-kali. Itulah,yang menyebabkan julukan untuk suatu ras terkadang menyakitkan karena kepekaan perspeksi. Rich ( 1974 ) mengindifikasi lima tipe kategori dari pernyataan negatif yang merintangi komunikasi budaya yang berbeda antara kelompok ras di US. Dia menemukan anggota dari kelompok Chicano, Africa Amerika, dan Native Amerika biasanya tersinggung oleh pernyataan ini.
(1)  pernyataan stereotipe tentang kelompok ras.
(2) pernyataan tentang refleksi dari kurangnya simpati kepada kelompk minoritas yang mengkomplain tentang “Pembuktian”
(3)  pernyataan yang merendahkan
(4)  pernyataan tentang kondisi seperti “squaw” yang merupakan wanita yangberwarna, dan
(5) pernyataan yang mereflesikan hal-hal yang dilakukan anggota dari kelompok majoritas untuk melewati pemisah etnik, seperti “ Pamanku karena pernikahan menjadi orang Chicano”.
 
e.       Pelatihan Antar Budaya
Banyak teori yang mempelajari komunikasi antar budaya untuk membantu seseorang melewati penghalang agar komunikasinya menjadi efektif. Dua keahlian atau perilaku adalah hal yang penting di dalam komunikasi antar budaya: empati dan kemampuan untuk keluar dari kebudayaan sendiri untuk menyadari perbedaan di dalam situasi yang membingungkan (Ruhl, 1976). Empati adalah kemampuan untuk mengetahui dan merasakan perasaan orang lain. Tipe pertama, pelatihan kebudayaan yang spesifik, biasanya diberikan kepada seseorang yang akan tinggal atau bekerja di dalam kebudayaan yang berbeda dari diri mereka. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang aturan umum, peranan, nilai, dan pola interpretatif kepada orang-orang yang suka berpindah-pindah daerah.
            Di lain pihak, pelatihan budaya secara umum meliputi kepekaan individu untuk mengetahui aturan dan norma kebudayaan mereka sendiri dan mengidentifikasikan kategori umum dari perbedaan asimilasi budaya seperti perbedaan dalam kode-kode verbal ataupun nonverbal. Orang menjadi lebih baik di dalam komunikasi antar budaya ketika mereka lebih fleksibel dalam menduga motif atau arti dari perilaku orang lain. Mereka lebih peduli dengan kemungkinan yang berbeda interpretasi komunikasi. 








D.    BEBERAPA TEORI REPRENSENTATIF KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Walaupun teori komunikasi yang mempelajari  komunikasi antarbudaya masih terbilang baru, tapi teori dari komunikasi antarbudaya sudah berkembang dengan pesat. Ini sangat menarik untuk membuat tanda di beberapa teori pada bab-bab sebelumnya yang telah diadaptasi untuk membantu masalah atau untuk menjelaskan sesuatu di dalam komunikasi antarbudaya. Untuk mengingatkan di dalam bab ini akan dijelaskan lagi mengenai teori yang telah dipilih untuk mengilustrasikan perbedaan di dalam teori yang membangun antara hukum, aksi dari manusia, and sistem perspektif.

1.      Sebuah Aksi Manusia Pendekatan Teori Komunikasi Antarbudaya
Menggunakan Teori Pengelolaan terkoordinasi Arti diuraikan dalam Bab 3, Barnett Perace dan murid-muridnya telah mengeksplorasi perbedaan dalam aturan penafsiran yang digunakan oleh anggota kebudayaan yang berbeda. Wolfson dan Norden (1982) tertarik untuk mengeksplorasi "makna dan implikasi dari konflik interpersonal dalam budaya Cina dan Amerika (p.1). Para peneliti menunjukkan antara keduanya Cina dan siswa Amerika salah satu dari dua segmen dari sebuah film yang disajikan rutinitas sehari-hari dan hubungan antara guru dan siswa di sekolah tinggi Amerika. Sebuah segmen yang menunjukkan pertengkaran antara murid dan guru adalah "konflik tinggi" episode. "Konflik-rendah" disajikan episode percakapan antara murid dan guru tentang rencana perguruan tinggi. Peserta dalam menyelesaikan percobaan kuesioner tentang tingkat konflik dalam film dan setuju atau tidak setuju dengan pernyataan seperti itu sebagai, "Ini adalah sebuah percakapan tegang." Kemudian mereka diminta untuk berpura-pura bahwa mereka adalah pelajar SMA ditampilkan dalam film. mereka menulis apa yang akan mereka katakan selanjutnya, kemudian menyelesaikan kuesioner tentang berapa banyak kebebasan mereka merasa mereka harus memilih jawaban. Sebagai contoh, kontras pernyataan-pernyataan seperti, "Situasi yang saya temukan diri dalam menuntut saya untuk menanggapi dengan pesan khusus ini," dan "Aku akan respon ini dengan cara agar yang akan mempunyai pola percakapan  seperti yang saya inginkan," itu dimasukkan dalam kuesioner.
Kuesioner tentang tanggapan kebebasan dimasukkan untuk mengukur kekuatan konsep logis. Anda mungkin ingat dari bab 3 bahwa dua jenis peraturan, aturan definisi dan aturan perilaku, sangat penting bagi Teori Pengelolaan Terkoordinasi Arti. Definisi aturan mengatakan kepada orang bagaimana kata atau frase harus ditafsirkan. Kirim aturan perilaku aktor apa yang harus mereka lakukan dalam suatu situasi tertentu. Misalnya, jika peserta di THS percobaan memiliki aturan perilaku yang mengatakan, "mahasiswa harus bersikap sopan kepada para guru," mungkin siswa ditunjukkan pada kuesioner di atas bahwa siswa akan bertindak dengan cara tertentu untuk "bersikap sopan." gaya logis mengacu pada kekuatan pengaruh yang menaing dan aturan terhadap perilaku. Jadi, misalnya, jika siswa aturan tentang bersikap sopan kepada guru yang relatif lemah kekuatan logis, siswa akan memiliki beberapa pilihan untuk memilih dari dalam memilih perilaku yang sesuai. Jika aturan itu logis kuat gaya ( "Siswa harus selalu bersikap sopan kepada guru apa pun yang terjadi"), siswa akan relatif sedikit kebebasan dalam memutuskan bagaimana harus bersikap.
Analisis statistik menunjukkan perbedaan budaya yang kuat antara siswa Amerika dan Cina, baik dalam persepsi konflik dan dalam kekuatan logis aturan perilaku mereka. Cina (yang umumnya ekspresi menghindari konflik terbuka dan menunjukkan rasa hormat kepada pihak berwenang, terutama guru) dianggap episode konflik lebih harmonis, menyenangkan, dan ramah daripada orang Amerika itu. Kekuatan logis dalam situasi itu juga lebih kuat daripada Amerika, tanggapan Cina memilih berdasarkan efek diantisipasi guru sebuah percakapan ( "Aku akan menanggapi dengan cara ini untuk mendapatkan pola percakapan pergi seperti yang saya inginkan," misalnya ). Mahasiswa Cina merasa kurang bebas untuk memilih tanggapan.Temuan yang terkait adalah bahwa mahasiswa Cina merasa mereka harus bertindak dengan cara tertentu terlepas dari tindakan guru. Amerika, lebih dari Cina, merasa bahwa mereka harus mengelola percakapan untuk meningkatkan citra diri mereka.
Dalam percobaan terkait, Wolfson dan Pearce (1983) meneliti perbedaan antara Cina dan Amerika aturan untuk pengungkapan diri. Hipotesis mereka bahwa anggota budaya Asia Timur Jauh berbeda dari Amerika dalam apa yang mereka anggap rahasia atau informasi publik. Barnlund (1975) menemukan bahwa orang Amerika lebih mungkin daripada Jepang mengungkapkan diri dalam berbagai konteks. Alexander, Cronen, Kang, Tsou, dan Banks (1980) menemukan bahwa lebih mengandalkan Cina (tak terucapkan) informasi demografis untuk mengenal orang lain, sedangkan orang Amerika lebih mengandalkan verbal pertukaran informasi pribadi. (Pengamatan ini mirip dengan perbedaan dalam pengurangan ketidakpastian tinggi dan konteks budaya rendah dicatat oleh Gudykunst dan rekan-rekannya.) Wolfson dan Pearce (1983) ingin menjelajahi perbedaan dalam persepsi Cina dan Amerika pengungkapan diri dan dalam pengaruh pengungkapan diri pada komunikasi selanjutnya. Para peneliti telah peserta membaca bagian-bagian dari percakapan yang ditulis dalam bahasa Inggris. Rendah percakapan pengungkapan sikap prihatin tentang musik: pengungkapan tinggi terlibat percakapan siswa mengungkapkan keraguan tentang kecukupan seksual sebagai akibat dari sebuah insiden yang terjadi pada musim semi. Seperti dalam percobaan yang dijelaskan di atas mahasiswa peserta mengisi kuesioner menggambarkan bagaimana mereka melihat percakapan, mendakwa apa yang akan mereka katakan sebagai tanggapan terhadap keterbukaan diri, dan mengungkapkan bagaimana mereka merasa bebas untuk memilih apa yang harus dikatakan selanjutnya. Peserta Cina dianggap baik dialog sebagai kurang harmonis daripada Amerika. Cina juga merasa lebih terkendala oleh kekuatan logis aturan mereka dalam percakapan pengungkapan tinggi daripada Amerika.
Kedua eksperimen lagi dijelaskan di atas menunjukkan perbedaan antara tindakan manusia dan undang-undang meliputi pendekatan untuk membangun teori komunikasi. Ingat bahwa hukum meliputi eksperimen oleh Gudykunst dan rekan-rekannya yang terlibat responden memilih strategi untuk berinteraksi dengan orang asing, kenalan, atau teman. Dalam percobaan tindakan manusia, Wolfson dan rekan-rekannya meminta peserta untuk menulis kata-kata yang sebenarnya akan mereka katakan dan untuk menunjukkan bagaimana mereka merasa bebas untuk memilih respons mereka. Ini upaya untuk menjajaki kekuatan logis dari aturan aturan yang teori unik: ia menyiratkan bahwa, sementara pilihan terbatas, responden secara sadar menyadari keterbatasan mereka. Dalam Teori Pengurangan Ketidakpastian percobaan yang dijelaskan di atas, responden tidak diminta alasan untuk pilihan mereka, karena pilihan ini yang diduga akan erat dibatasi oleh hukum-hukum sosial (norma-norma) yang mengatur situasi.Sementara kedua undang-undang dan tindakan manusia peneliti yang mempelajari pola perilaku dipengaruhi oleh aturan-aturan sosial atau hukum, penelitian hukum memperlakukan hukum sebagai "diberikan" oleh masyarakat, sedangkan penelitian tindakan manusia dirancang untuk mengeksplorasi persepsi individu aturan.

2.      Suatu pendekatan sistem ke teori komunikasi antarbudaya
Suatu kontras yang tiba-tiba dapat dilihat di dalam sistem teori komunikasi antarbudaya oleh Young Kim. Pekerjaan Kim memfokuskan kepada pola komunikasi imigran Korea di Amerika Serikat. Melalui serangkaian studi, ia telah menginvestigasi tipe-tipe yang berbeda dari jaringan komunikasi dan efek-efeknya dalam akulturasi. Karena Kim merupakan salah satu dari peneliti awal yang menyelidiki hubungan antara komunikasi dan akulturasi, usaha pertamanya adalah mendeskripsikan kebiasaan komunikasi. Penelitian deskriptifnya yang ditampilkan dalam studi awalnya diperlukan sebelum teori-teori dapat mulai memaparkan kebiasaan komunikasi yang terjadi selama proses akulturasi


BAB III
PEMBAHASAN

teori pembangunan dalam satu konteks teori komunikasi yang paling menarik dan paling cepat- komunikasi antarbudaya. Studi antropologi memicu minat pada komunikasi antarbudaya. Perubahan pemerintahan, politik, komunikasi, dan bisnis, untuk menyebutkan hanya beberapa, telah menciptakan sebuah kebutuhan atau pemahaman yang lebih dalam mengenai proses dan kemampuan komunikasi antarbudaya. Bidang komunikasi telah menanggapi kebutuhan ini dengan pertumbuhan yang pesat penelitian dan teori pembangunan di daerah. Berbagai cabang studi budaya dan komunikasi yang melibatkan telah diidentifikasi. Perbedaan antara budaya dalam penggunaan kode verbal dan nonverbal, aturan, perilaku, dan peran dan nilai-nilai sosial telah diteliti dalam beberapa detail. Selain itu, kontribusi penting dari bidang-bidang lain seperti hipotesis Whorfian dan budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah telah didiskusikan. Sarjana komunikasi antarbudaya telah berusaha ntuk mengatasi masalah budaya daerah seperti etnosentrisme dan praduga baik melalui latihan komunikasi budaya spesifik maupun budaya umum. Pada akhirnya, kami menyajikan contoh representatif dari teori pembangunan dalam konteks komunikasi antarbudaya dari segi hukum, tindakan manusia, dan sistem perspektif. Teori Pengurangan Ketidakpastian, yang dikembangkan dalam komunikasi antarpribadi, telah diterapkan pada konteks antar budaya. Teori Pengelolaan Terkoordinasi dari Arti telah mengeksplorasi perbedaan dalam aturan dan gaya dalam komunikasi interpretasi episode dalam kebudayaan yang berbeda. Akhirnya, sistem Kim model akulturasi telah dicadangkan sebagai contoh teori kedua bangunan dari waktu ke waktu dan perbedaan antara hukum, tindakan manusia, dan pendekatan sistem.



SOSIAL BUDAYA
4/ 5
Oleh